Jepara,SK
Masyarakat daerah penyangga mengeluhkan adanya pengangkutan limbah besi scrap dari PLTU TJ B. Pasalnya yang menikmati hasil hibah limbah besi scrap tersebut, hanya lah para mafianya saja, sementara warga masyarakat umum penerima hibah di sekitar PLTU TJ B, yang merupakan daerah penyangga yang terkena imbasnya dari adanya proyek tersebut tidak mendapatkan manfaatnya, tapi sebaliknya justru menjadi korban.
Yakni diantaranya warga secara langsung telah menjadi korban dampak radiasi dari tegangan listrik yang sangat tinggi, juga jadi korban dari dampak polusi udara yang buruk akibat pembakaran batu bara dll, ditambah lagi dengan rusaknya jalan karena dilalui oleh truk- truk pengangkut limbah besi scrap yang muatannya melebihi tonase. Adapun limbah besi scrap yang sudah keluar dan terjual sejak Maret 2019 s/d November 2020, sebanyak 5000 ton atau hampir ratusan truk, baik jenis tronton atau engkel.asumsi ” harga Rp 4000 /kg x 5000 ton = 20 M itu hanya periode Maret 2019 hingga Nofember 2020
Namun ironisnya hanya beberapa gelintir orang saja yang menikmati hasil hibah dari sub kontraktor PT. SUMITOMO INDONESIA dalam proses pembangunan PLTU unit 5-6 TJ B limbah besi scrap tersebut. Oknum pelaku penjual yang tergabung dalam Tim Rowo Indah yakni Kuis Prahasti alias Wiwis, Indra Lukito dan Tahar.
Menurut keterangan dari warga di ring satu baik Desa Tubanan, Desa Kancilan, Desa Kaliaman dan Desa Wedelan, mereka sangat resah dengan keadaan jalan yang rusak, berlubang-lubang dan berbahaya buat pengendara motor dan mobil, apalagi memasuki musim penghujan, ini terindikasi sebuah kejahatan ekonomi oleh para oknum dalam pengelolaan limbah dari PLTU TJ B, yang hanya mementingkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya, namun melupakan asas keadilan sosial buat sesama.
Sedangkan menurut keterangan warga masyarakat yang lain, limbah besi scrap diangkut pada tengah malam dan dikawal oknum kepolisian, mobil Patroli Sabhara, ada apa di balik pengawalan tersebut ?
Jika memang limbah besi scrap itu legal mengapa harus diangkut tengah malam tanpa dilihat warga ? Dan jika limbah besi scrap itu legal mengapa harus dikawal oknum polisi ?
Saat awak media SK menemui saudari Wiwis untuk konfirmasi hal tersebut, saudari Wiwis tidak mau menemui tapi justru memanggil rekannya yang diduga dari LSM Lindu Aji.
Ada apa dengan saudari Wiwis, dan apa keterkaitannya dengan oknum LSM tersebut ?
Demi rasa keadilan bagi masyarakat umum dan demi tegaknya peraturan atau hukum di Indonesia maka media Suara Keadilan, menghimbau kepada para penegak hukum khususnya Kepolisian Polres Jepara, segera memproses mafia limbah besi scrap tersebut secara hukum yang berlaku di NKRI agar wilayah PLTU TJ B bebas dari para Mafia Limbah, yang hanya memperkaya segelintir orang dan mengorbankan warga masyarakat sekitar, sementara Pejabat hukum masih melihat pekerjaannya bukan pengabdian untuk menegakkan keadilan, tetapi mau mencari duit untuk memperkaya diri.
Karena meskipun sudah ramai diperbincangkan di media daring atau online, maupun cetak namun hingga kini belum ada tindakan konkret / nyata dari penegak hukum di wilayah Kabupaten Jepara .
Masyarakat merasa pesimis karena adanya pernyataan saudari Wiwis yang mengatakan “tidak takut dilaporkan polisi” dan merasa kebal hukum, bahkan ironis nya serasa entitas korporasi dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh PLTU TJ B Jepara, yang notabene harus bisa bermanfaat bagi kemaslahatan umat khususnya warga masyarakat Kabupaten Jepara yang sekarang ini ter dampak pandemi global Covid-19. Bisa jadi / patut diduga ada dukungan orang kuat di belakang para mafia besi scrap tersebut.
Oleh sebab itu media SK, mendorong Penegak Hukum Polres Jepara segera bertindak , kalau masalah penegakan hukum dibiarkan berlarut-larut, media SK akan melaporkan ke Lembaga KPK atau Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Mabes Polri, agar memproses para mafia limbah besi scrap ke ranah hukum, apakah pajak PPN atau PNBP( Penerimaan Negara Bukan Pajak) nya sudah dibayarkan dan siapakah yang membayarnya serta berapa besar pajak yang di bayarkan ke negara ? Semua harus diusut tuntas termasuk semua orang yang terlibat di dalam nya, agar kepastian dan penegakan Hukum benar-benar di implementasikan oleh APH atau Aparat Penegak Hukum, jangan sampai jargon Hukum Tajam Ke Bawah dan Tumpul Ke Atas benar adanya, namun harus mengikuti asas “Equality Before The Law” yang berarti mendapat perlakuan yang sama di muka hukum.( B.Simanjuntak ).