Jakarta,SK
Aktivis Nasional Hengki Maliki melontarkan kritik keras kepada aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut), terkait penanganan kasus dugaan pemerasan yang menjerat seorang wartawan media online Portalsulut.id berinisial MR alias Nasution. Kasus ini dinilai janggal karena diduga merupakan bentuk penjebakan yang dilakukan oleh orang suruhan dari pelaku penambangan emas tanpa izin (PETI) berinisial RSB alias Revan, yang selama ini beraktivitas di wilayah Tobayagan, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).
Hengki menilai bahwa pelaporan terhadap MR seharusnya tidak menjadi prioritas jika berasal dari pihak yang justru terlibat dalam aktivitas ilegal. Ia menekankan bahwa penanganan kasus oleh pihak kepolisian menjadi pertanyaan serius apabila laporan dari mafia tambang seperti RSB alias Revan ditindaklanjuti tanpa melihat konteks perbuatannya yang melanggar hukum.
“Penjebakan terhadap wartawan oleh mafia tambang ilegal adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan secara hukum. Apalagi si pelapor justru terlibat dalam kegiatan penambangan tanpa izin, yang jelas-jelas melanggar undang-undang. Jika laporan seperti ini malah direspons serius oleh Polda Sulut, publik bisa menduga adanya pembackupan terhadap mafia tambang oleh oknum di institusi,” tegas Hengki.
Lebih lanjut, Hengki mendesak Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol. Dr. Roycke Harry Langie, S.I.K., M.H., untuk tidak menutup mata terhadap aktivitas PETI yang makin masif di beberapa wilayah, seperti Bolmong, Minahasa Tenggara, hingga Kepulauan Sangihe. Ia meminta agar Kapolda segera memproses hukum para pelaku PETI dan membongkar dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu yang selama ini membekingi operasi tambang ilegal tersebut.
“Institusi hukum harusnya lebih fokus pada penindakan aktivitas tambang ilegal. Tangkap pelakunya, hentikan aktivitasnya. Jangan tebang pilih. Karena perbuatan mereka tidak menghasilkan pendapatan bagi daerah dan hanya memperkaya segelintir orang yang merusak lingkungan serta merugikan masyarakat,” ujar Hengki lantang.
Ia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa jika pembiaran terhadap praktik PETI ini terus berlangsung, maka kekayaan sumber daya alam Sulawesi Utara, khususnya emas, akan habis dieksploitasi tanpa memberi manfaat bagi rakyat.
Sejumlah aturan yang dinilai telah dilanggar oleh Oknum RSB alias Revan sangat Jelas, seperti :
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara:
Pasal 158: “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
- Pasal 55 dan 56 KUHP:
Mengatur bahwa siapa pun yang turut serta atau membantu melakukan tindak pidana (seperti memberikan perlindungan terhadap pelaku PETI), juga dapat dipidana.
- UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers:
Pasal 8: “Dalam menjalankan profesinya, jurnalis dilindungi oleh hukum.”
Pasal 18 ayat (1): “Setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp.500 juta.”
Hengki Maliki menyerukan agar tidak ada upaya kriminalisasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistiknya, apalagi jika hal itu dilakukan oleh pihak-pihak yang justru memiliki rekam jejak pelanggaran hukum. Ia juga meminta agar aparat penegak hukum di Sulawesi Utara menunjukkan keberpihakan pada kepentingan publik, bukan melindungi mafia tambang yang terus merusak alam dan menguras kekayaan daerah.
“Jika negara kalah oleh mafia tambang, maka yang hancur bukan hanya lingkungan, tapi juga kepercayaan rakyat terhadap hukum,” pungkasnya.(firda)