Buka Posko Pungli PTSL, Warga Desa Bojonggede Antusias

Bogor,SK

Hari ini masyarakat desa Bojonggede berinisiatif membuka posko pengaduan, korban dugaan pungutan liar atau pungli program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) di desa Bojonggede, Bogor. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah temuan dan keluhan masyarakat terkait biaya pembuatan dan hasil yang belum diterima masyarakat , Rabu (27/10/2021).

Dari hasil laporan dan keluhan masyarakat, oknum panitia dan perangkat desa diduga melakukan pungli terkait PTSL karena ditemukan sejumlah bukti pungutan yang dinilai cukup besar dan banyak merugikan masyarakat serta sebagian warga yang belum menerima sertifikat tanah mereka hingga saat ini, ada indikasi sebagian dari surat warga hilang karena tidak terdata dengan baik.

Merespon itu, warga yang berafiliasi dengan LAKRI (Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia) berinisiatif mendirikan posko pengaduan untuk menjaring lebih banyak pengaduan dan temuan di masyarakat terkait program-program unggulan pemerintah. Dodo Lantang sebagi ketua tim investigasi LAKRI bersama komunitas kepemudaan di desa Bojonggde yang menginisiasi didirikannya posko pengaduan pungli yang berlokasi di Kampung Masjid, Desa Bojonggede, Bogor.

Hingga posko dibuka, total 16 orang warga yang sudah mengadukan dugaan pungli. Mereka menjadi sasaran pungli dengan nominal biaya yang beragam, mulai Rp 1,5 juta hingga Rp 7 juta, dan kemungkinan masih akan terus bertambah.

” Kami mendirikan posko pengaduan dugaan pungli ini karena banyaknya keluhan masyarakat yang tidak terfasilitasi dengan baik oleh pemerintah desa terkait program PTSL, selain harga pembuatan surat diluar ketentuan pemerintah, warga juga mengeluhkan sertifikat yang dijanjikan panitia tak kunjung selesai, bahkan ada yang sudah beberapa tahun pengajuan belum selesai. Saat ini warga akan kami data sesuai alamat, harga pembuatan, serta identitas oknum yang meminta nominal uang dan selanjutnya akan kita serahkan ke kejaksaan Cibinong,” tegas Dodo, Rabu (27/10/2021).

Dodo menambahkan, setelah mendapat penjelasan warga juga kaget, ternyata biaya yang diminta relatif lebih mahal dan bervariasi dari yang di tentukan pemerintah. Yang terendah harga yang diminta 1,5 hingga 7 juta rupiah per surat.

“Kami sudah data secara rinci bahwa ada indikasi ditemukannya pungli dan gratifikasi yang dilakukan oknum panitia dan pejabat desa, Saat ini kami sudah meminta lembaga LAKRI untuk mengawal kasus ini dan selanjutnya akan di laporkan ke BPN dan kejaksaan, selanjutnya apabila dari instansi terkait tidak memberikan jawaban kami akan melanjutkan proses kejelasan masalah ini ke tingkat kejati biar oknum yang bermain main tentang pungli akan mempertanggungjawabkan perbuatannya dimuka hukum, enak saja masyarakat sudah susah ditambah susah, seharusnya pemdes bersyukur masyarakat mau mensukseskan program PTSL pemerintah, bukannya diperas dan dijadikan bahan pencitraan, tidak ada toleransi untuk kasus ini”, tegasnya.

Secara terpisah, Abdul Roni warga RT 01/013, Kampung Bojonggede Dalam  yang ditemui Tim investigasi posko menjelaskan bahwa dirinya diminta 4 juta untuk dua bidang tanah, belum lagi dikenakan biaya segel dan lain-lain. Saat ditemui, ia mengaku tidak diberikan kwitansi dan serah terima berkas oleh oknum RT.

“Saya oleh pihak RT dimintai uang empat juta rupiah untuk dua bidang tanah. Dan anehnya sya tidak diberi kwitansi ataupun berkas serah terima surat, dan sampai saat ini setelah sekian lama baru satu sertifikat saya yang belum jadi, oknum RT meminta melunasi sisa yang 2 juta baru akan diberikan, padahal situasi pandemi saat ini warga tengah kesusahan, jangankan untuk bayar PTSL, untuk makan sehari-hari juga susah. Apalagi tanah saya ini diikutkan program PTSL yang harusnya saya bayar Rp 300 ribu/bidang ribu kok sampai bayar Rp 4 juta kan ini sudah menipu saya,” sesalnya.

Warga lainnya Aisyah dari kampung Sawah mengaku, juga ditarik uang Rp 2,5 juta oleh oknum staf desa untuk kepengurusan PTSL. Namun sampai sekarang surat belum juga diterima.

“Saya dikenakan dua juta lima ratus, dan tidak diberikan kuwitansi, semua warga juga tidak sama tidak diberikan kwitansi, saya selalu dijanjikan dari bulan puasa sampai sekarang, jadi saya sama warga bolak-balik ke desa dan tidak mendapat kepastian. Semua warga di kenakan harga yang berbeda-beda, kalau saya 2,5 juta, pak haji 1,8 juta kalau yang didepan rata-rata dikenakan 2,5 juta”, ungkapnya.

Perlu diketahui, toleransi pembebanan biaya PTSL oleh Peraturan Bupati (PERBUB) No. 48 tahun 2017 itu senilai 150 ribu rupiah, namun jika saat ini biaya yang dibebankan kemasyarakat jauh dari nilai-nilai Nawacita presiden Indonesia dan cukup memberatkan masyarakat apalagi dalam situasi pandemi seperti saat ini. PTSL merupakan program Jokowi yang biayanya telah disubsidi pemerintah, warga diimbau jangan takut dan ragu mengadukan ke posko pungli apabila menemukan atau mengalami pungli atas nama kebijakan pemerintah. (Yati.s)

Tinggalkan Balasan