JEPARA,SK
Advokat T. Mangaratua Simbolon, SH., MH., CTA., CPCLE., CCA., CPM., yang mewakili keluarga korban dalam kasus di Desa Rajekwesi, Kecamatan Mayong, pada Minggu (15/10/2023) mengunjungi makam dan kediaman keluarga korban berinisial MA (18 tahun) di Desa Banjaran, Kecamatan Bangsri, untuk menyampaikan belasungkawa dan melihat lokasi pemakaman di pemakaman Islam Mbah Kasah.
Mangaratua Simbolon yang mendampingi keluarga korban saat pelaporan di Satreskrim Polres Jepara meminta agar para terduga pelaku dikenakan KUHPidana Pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan dan/atau Pasal 170 tentang pengeroyokan.
Mangaratua Simbolon juga menyampaikan kepada media bahwa keluarga korban setuju untuk dilakukan ekshumasi guna pemeriksaan lebih lanjut. “Tujuannya agar jasad korban MA yang sudah dikuburkan selama 7 hari dapat dilakukan autopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya,” ucapnya.
Pemeriksaan autopsi forensik penting untuk dua hal utama: mengetahui sebab kematian dan mengumpulkan alat bukti.
“Untuk kepentingan penyidikan, klien kami setuju untuk dilakukan ekshumasi dan autopsi atas jasad korban di area pemakaman Islam Mbah Kasah,” terang Mangaratua Simbolon. “Sehingga akan diterbitkan VeR atau Visum et Repertum sebagai alat bukti yang sah,” tambahnya.
Prosedur permintaan autopsi untuk mengetahui sebab kematian bisa dilakukan sesuai dengan Pasal 133 ayat (1) dan Pasal 134 ayat (1) KUHAP. Instruksi Kapolri juga mengharuskan prosedur otopsi dilaksanakan sepenuhnya oleh penyidik dengan bantuan ahli patologi forensik, termasuk soal izin keluarga korban.
Bahkan, apabila ada pihak yang menghalangi proses otopsi, dapat diancam pidana sesuai Pasal 222 KUHP.
Instruksi Kapolri No. Pol: Ins/E/20/IX/75 menyatakan:
Butir 3: Dalam hal seorang yang menderita luka akhirnya meninggal dunia, maka harus segera mengajukan surat susulan untuk meminta Visum et Repertum.
Butir 6: Bila ada keluarga korban keberatan jika diadakan Visum et Repertum, maka adalah kewajiban petugas POLRI untuk secara persuasif menjelaskan pentingnya otopsi untuk kepentingan penyidikan, dan jika perlu, menegakkan Pasal 222 KUHP.
Pasal 222 KUHP menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (sus)